Monday, September 26, 2011

wiken ter-asyik versi on the spot (part hiji)

Bismillah... kemarin (tapi boong, gak kemarin ding), 17 September 2011 adalah salah satu hari paling menyenangkan sepanjang sejarah hidup saya. Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat kami, (STT Tekstil) lagi, untuk kedua kalinya mengadakan acara halal-bihalal sekaligus silaturahmi. Kenapa dua kali? Acara HBH pertama kali sudah sukses dilaksanakan Jumat, 9 September lalu di kosan Kak Yoga.

Agenda acara HBH yang pertama ini cuma ngobrol, tuker-tukeran oleh-oleh, pamer leptop dan gadget bedug para anggota komisariat, dan menggosiiiip. Secara udah hampir sebulan nggak ketemu gitu yah, kata Kak Yoga cuma dikasih waktu dari jam 1 sampai jam 3 doang, akhirnya kita pulang jam 5. Menurut loooo? Kalo orang-orang pilihan yang masing-masing senang berbicara ini cukup dikasih waktu cuma 2-3 jam doang? Itu juga untung kita mau pergi setelah dengan halus diusir-usir Kak Yoga yang mau lamaran... eh, maksudnyamau nganterin saudaranya lamaran. Jangan suudzon dulu dong kalian!

Di HBH yang pertama itu kita membahas soal rencana silaturahmi bareng alumni HMI yang terinspirasi dari kesuksesan acara HMI Berbagi kemarin yang berhasil mendatangkan dana yang cukup ‘Alhamdulillah yah...’ dan bincang-bincang alumni bareng Pak Gunawan, Bu Ida dan suami, Kang Tisna, serta anak mereka yang nggak bisa bahasa Indonesia itu. Ngomong sama si kecil.... nggggg.... siapa namanya saya lupa! (belakangan inget namanya Sheilla). Bikin saya merasa bahasa inggris saya cupu abis. Anak sekecil itu bahasa Inggrisnya udah kayak Justin Bieber kalo ngomong di inpohteimen... gancang pisan coy. Yah tapi wajar sihyaaaaa, si kecil bule yang imut itu besar di New Zealand. Jelas beda dong sama saya yang seumur-umur cuma tinggal di kota pesisir yang pantainya enggak pernah sepi sama ubur-ubur, sampah, dan orang pacaran. Jelas perbedaan yang gamblang dan tidak bisa disamakan.

Rencananya HBH itu bakal dilaksanakan tgl 17 Sept dan bertempat di... hatimu.... emmm, ada beberapa alternatif pilihan tempat sih, dari mulai: Ampera, Kedai Mangga (fyi saya yg ngusulin loh, soalnya kemarin baru ditraktir Iyulin makan disini pasca deseu wisudaan. Angetan cyiiiin ;p), dan Resep Eyang... eh Resep Moyang... eh Resep si Sayang (-___-). Oke, saya bukan Ceceu Dilia, bukan juga stand-up comedian, jadi saya nggak bakal ngelucu disini. Saya cuma mau nemu jalan lurus menuju hatimu...

akhirnya Kak Yoga yang berkeputusan untuk memilih Kedai Mangga (depan Hotel Horison, Buah Batu, Bandung) sebagai lokasi kopi darat kita dan alumni HMI itu. Sebenarnya saya agak bingung, gimana bisa disebut Kedai Mangga kalau disitu bahkan nggak ada pohon mangga? Tapi saya pilih untuk tidak memikirkannya dan mulai memutar otak untuk berpikir bagaimana saya punya uang untuk makan di rumah makan sunda berkedok mangga itu pakai duit sendiri (tanpa ditraktir) -____- kasian bet kasian si qisti... tapi syukur Alhamdulillah rupanya ada subsidi 10ribu per orang dari kas komisariat. Kita cuma disuruh nombok 15ribu. Etapi masih lebih enakan makan dirumah sihyaaaaa, haratisss.. *pelitbetpelit*

Sekarang kita mulai masuk pada kronologis cerita HBH HMI KSTTT II ini. Iya loh, ini baru mau mulai, kenapa kalian udah pada ketiduran?! Kak Yoga ngejarkom... (tunggu dulu! Kenapa postingan ini pemeran utamanya Kak Yoga? Kenapa sih kenapa? Ini kan bukan blognya dia!) katanya kita disuruh kumpul di kampus jam setengah 12. Tapi kalo mau berangkat sendiri ke Kedai Mangga, ketemu disana jam setengah 1.

Weiiits, mengingat dari pengalaman waktu acara wisudaan Iyulin itu... saya mempelajari bahwa Kedai Mangga, depan Hotel Horison Buah Batu, Bandung itu sangat tidak ANGKOT-able saudara-saudara! Satu-satunya jalan kita untuk mencapainya adalah... dengan naik damri. Saya sih bukannya nggak mau disuruh naik angkutan umum, tapi malasnya itu lho... malas jalan kaki ke Supratman... malas nungguin dia datang... malas naik-turun... malas ngeluarin duit 3ribu ;p haha pokoknya malas. Jadilah saya berangkat agak pagian, jam setengah 12 kurang 5 menit!

Tapi ternyata jalanan macet sodara-sodara. Saya lupa ini wiken. Saya lupa kalau wiken itu warga Bandung dianjurkan untuk diam dirumah saja dan memberi kesempatan pada pendatang untuk menjelajahi dan menghancurkan kota bandung dengan kemacetannya. Saya juga sebenarnya pendatang sih, tapi dalam hal ini saya mau nge-klaim kalo saya warga bandung aja, biar bisa ikut nyalah-nyalahin pendatang (esp. Warga Jakarta yang berpelat nomor B) yang hobinya sama banget sama si Komo: bikin jalanan macet.

Balik ke topik savalas... eh? Saya jam setengah 1 itu masih di jalan lho sodara-sodara, terpaksa dengan berat hati... seberat cintaku padamu... saya sms Kak Yoga. (dia lagi, dia lagi!)

‘kak, qis masih di jalan. Kalo mau duluan, duluan aja gpp. Qis bareng tante kok.’

Itulah yang disebut dengan white lies, saudaraku. Mana ada saya bareng sama tante. Ada juga saya bareng supir angkot yang GR nya nggak ada dua, liat orang berdiri di pinggir jalan langsung berhenti ditawarin ngangkot! Padahal kan bisa aja orang itu nunggu taksi... nunggu pacarnya, atau nunggu ajal. *Astaghfirullah maaaaaf*. Terkadang berpura-pura kalau keadaan kita baik-baik saja jauh lebih baik daripada justru membuat orang lain merasa terbebani dan menunggu dgn tidak enak hati.

Tapi terus gak disangka-sangka Kak Yoga bales, ‘udah gpp santai aja kita brngkt jam 12.45 kok.’

Alhamdulillaaaaaah. Baik banget si Kak Yoga itu. Udah ganteng, pinter, rajin nabung, baik hati lagi :’> saya pun melanjutkan perjalanan dengan angkot sambil bersiul-siul santai. Tapi ternyata beberapa saat kemudian ada lagi sms dari Kak Yoga,

‘qisti, asep cepetan. Ini tinggal nunggu kalian!’

saya terdiam.
INI MANA BAGIAN SANTAINYA WOY??? Katanya disuruh santai? Disuruh tenang pasti ditungguin?? Saya pun mengamuk, mengambil alih kemudi supir angkot dan melaju dengan kecepatan maksimal menuju kampus. etapi bohong.

Beruntung saya nyampe di kampus tepat waktu. Enggak tepat-tepat amat juga sih. Yang jelas muka mereka-mereka yang udah nungguin saya hampir satu jam setengah itu sedikit agak ditekuk, diputar, dijilat, dan dicelupin kayak oreo.

Yah, kalau Kak Feri yang dalam postingannya yang ini mengatakan kalau si qisti diem aja, gak kaya biasanya... walopun tetep cantik sih kayak biasanya. Itu bisa diduga disebabkan oleh:

1. Dateng telat ke acara apapun itu sangat nggak kewl loh saudara-saudara. Kamu diliputi perasaan bersalah, nggak enak karena bikin orang lain nunggu, dan secara gak langsung merasa terdiskriminasi oleh tingkah orang-orang yang biasanya langsung jadi asyik sendiri tanpa menghiraukan si terlambat waktu seolah-olah itulah hukuman yang sangat tepat baginya. Plis... it was so humiliating. Hiks... wajarlah kalau sampai beberapa jam setelahnya saya masih agak sulit untuk berbaur.
2. Saya merasa gak ada kecocokan antara the whole outfit yang saya kenakan hari itu dengan sepatu saya. Ketidak matchingan itu bisa membuat badmood, you know. Atau yah, at least badmood buat saya saja.
3. Galau men, sejak semalam. Pokoknya yang baca tweet atau status fesbuk saya malam itu pasti tau kalau saya lagi galau. Apa? Ga peduli? Yaudah deh iya.... pedih bet pedih hidup gue.
Lanjut ah, beruntungnya saya dapet tebengan dari Ketum Himatteks, Kak Dena yang ganteng, baik hati, dan tidak sombong itu (sengaja dipuji supaya lain kali bisa minta nebeng lagi. Hehe :p) saya termasuk beruntung sih (atau cepat bertindak?) karena rupanya si ceu Dilia dan ceu Tara terpaksa menunggu putaran berikutnya karena kehabisan tebengan. Dudududuh, untung para cowok-cowok HMI ini nggak kepikiran untuk buka usaha jadi tukang ojek, kalau nggak sudah kayalah mereka, dan bangkrutlah kita...

Perjalanan dilanjutkan. Perjalanan baru seperempatnya, dan obrolan basa-basi dengan Kak Dena pun baru mencapai tahap pembukaan ketika tiba-tiba hujan datang keroyokan. Kak Dena nggak bawa jas hujan, dan saya pun lupa nggak membawa payung. Tapi walaupun saya bawa payung juga kayaknya saya masih cukup waras untuk nggak menggunakannya diatas motor dengan helm yang masih terpasang di kepala.

Kak Hendi-Teh Ami menepi, begitu pula Kak Feri dan Fitpur. Karena dikira mereka mauk jajan dulu sebelum ke Kedai Mangga, kami pun ikut menepi (saya dan Kak Dena) tapi rupanya mereka cuma berteduh. Sayang Kak Dena lupa kalau nggak cuma orangnya aja yang harus berteduh, si motor dibiarkan mencium air hujan yang berjatuhan. Kasihan banget si motor.

Disitu kata Kak Feri sih masih tetep berkata dalam pikirannya bahwa ‘si qisti masih diem aja, aneh gak kaya biasanya. gatau tuh kenapa. Biar aja deh..’

padahal saya sih sudah lupa faktor-faktor yang membuat kebetean diatas tadi. Saya cuma bingung aja mau ngapain. Liat Kak Hendi-Teh Ami diem-dieman, sementara Kak Feri-Fitpur ngobrol seru. Saya mau ikutan ngobrol seru, tapi nggak enak sama Kak Dena yang juga terdiam karena satu dan lain hal. Merasa simpatik atas kebungkamannya jadilah saya tergerak untuk menemaninya mengobrol ringan. Tapi ternyata....


BERSAMBUNG
(JENG-JENG!!!!!)


undefined

3 comments: